100 Hari Kerja Pemerintahan Prabowo-Gibran, Sinyal Reshuffle Kabinet Menguat?
Jakarta – Presiden Prabowo Subianto angkat bicara soal peluang perombakan atau reshuffle kabinet usai 100 hari kerja pemerintahan. Angkaraja Prabowo menegaskan tidak segan menyingkirkan menteri maupun jajaran kabinet yang tidak serius bekerja untuk kepentingan masyarakat.
“Yang tidak mau bekerja benar-benar untuk rakyat, ya saya akan singkirkan,” ucap Prabowo Subianto kepada wartawan di Istora Senayan Jakarta, Rabu (5/2/2025).
“Mau lebih jelas lagi?” sambungnya.
Dia mengingatkan bahwa masyarakat menuntut pemerintahan yang bersih. Untuk itu, Prabowo ingin semua pejabat negara di Kabinet Merah Putih betul-betul bekerja untuk kepentingan rakyat.
“Jadi begini, kita ingin rakyat menuntut pemerintah yang bersih dan benar. Yang bekerja dengan benar. Jadi saya ingin tegakkan itu. Kepentingan hanya untuk bangsa rakyat, tidak ada kepentingan lain,” kata Prabowo.
Saat menghadiri Harlah ke-102 Nahdlatul Ulama (NU) di Istora Senayan Jakarta, Rabu (5/2/2025), Presiden Prabowo kembali menegaskan komitmennya mewujudkan pemerintahan yang bersih sesuai keinginan masyarakat.
Untuk itu, dia menegaskan akan menindak pihak-pihak yang masih bandel dan tidak patuh terhadap aturan.
“100 hari pertama, saya sudah beri istilahnya peringatan berkali-kali. Sekarang siapa yang bandel, siapa yang ndablek, siapa yang tidak mau ikut dengan aliran besar ini, dengan tuntutan rakyat pemerintahan yang bersih. Siapa yang tidak patuh saya akan tindak,” ujar Prabowo.
Prabowo meminta menteri dan semua pejabat negara di Kabinet Merah Putih membangun pemerintahan yang bersih dan bebas dari penyelewengan. Prabowo juga bertekad membangun pemerintahan yang bersih dari korupsi.
Reshuffle Harus Benar-Benar Matang
Peneliti Senior Populi Center, Usep Saepul Ahyar, mengatakan jika memang Prabowo ingin melakukan reshuffle, maka harus benar-benar matang, berdasarkan evaluasi dan kebutuhan, bukan hanya sekedar mengakomodasi kepentingan politik praktis.
“Harus jadi pelajaran bahwa memilih orang itu jangan asal kepentingan mengakomodasi politik gitu, ya nanti jadi tambal sulam terus,” kata Usep kepada Liputan6.com, Jumat (7/2/2025).
Usep mengatakan kalau mau reshuffle, berarti ada yang tidak beres dalam hal penempatan menteri dalam kabinet ini.
“Dan itu sudah diperkirakan dari jauh-jauh hari, dikritik dalam hal menempatkan atau membangun komposisi kabinet lebih banyak mengakomodasi kepentingan politik praktis.”
“Inilah akibatnya, banyak Menteri-Menteri yang tidak perform saya kira,” lanjutnya.
Sementara Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Iwan Setiawan, mengatakan waktu yang paling obyektif untuk melakukan reshuffle kabinet adalah enam bulan masa kerja. Karena, kalau pada momen 100 hari dilakukan reshuffle, masih terlalu dini dan belum cukup untuk menilai kinerja para menteri secara obyektif.
Namun demikian, kata dia, reshuffle kabinet tetap merupakan hak prerogatif Presiden.
“Saya yakin, presiden sendiri sudah melakukan monitoring, evaluasi, dan mencatat nama-nama menteri dan kepala lembaga yang mungkin dinilai berkinerja baik, bisa menerjemahkan keinginan dan visi presiden bahkan sampai yang berkinerja buruk dan malah bikin polemik dan kegaduhan akibat perilaku dan kebijakannya,” kata Iwan kepada Liputan6.com, Jumat (7/2/2025).
Ia menambahkan, pernyataan Presiden kemarin saat pidato pada acara puncak Harlah NU merupakan kode keras atau sinyal kuat bahwa akan dilakukan reshuffle, mengingat memang ada beberapa menteri yang sejak awal terlihat membuat polemik dan kinerjanya yang dianggap tidak pro rakyat.
“Kita tahu bersama yang teranyar adalah polemik kebijakan penataan subsidi LPG 3 kg oleh Menteri ESDM. Ditambah lagi dengan hasil survei 100 hari diungkapkan ada beberapa menteri yang kinerjanya buruk menurut persepsi masyarakat. Kemudian diperkuat lagi oleh pernyataan Partai Gerindra yang mendorong Prabowo melakukan Reshuffle,” ucapnya.
Siapa Berpotensi Kena Reshuffle?
Efriza, Pengamat Politik Citra Institute mengatakan menteri yang layak di-reshuffle tentu saja adalah yang penuh pro kontra di masyarakat atau publik. Salah satu contohnya adalah Menteri Dikti Satryo Brodjonegoro.
“Itu sebuah anomali seorang menteri didemo oleh pegawainya. Kemudian dia juga menyalahkan nomenklatur pemisahan dari kementeriannya dan tidak bisa cepat bekerja,” kata Efriza kepada Liputan6.com, Jumat (7/2/2025).
Nama lainnya adalah Menteri ESDM Bahlil Lahadalia yang juga jadi sorotan terkait kebijakan LPG 3 kg.
Sementara menurut Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Iwan Setiawan, Menteri HAM Natalius Pigai juga berpotensi kena reshuffle.
“Ya, hingga saat ini dia belum tampak melakukan kinerja. Malah membuat riuh dan gaduh dengan melontarkan pernyataan-pernyataan yang kontroversial, dan meminta anggaran yang tidak masuk akal di tengah negara yang kekurangan uang.”
Nama lainnya adalah Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono. Nama terakhir jadi sorotan terkait sikapnya mengenai polemik pagar laut di Tangerang.
“Sikapnya seakan melawan perintah presiden dan gelagapan terkait kasus pagar bambu misterius di Banten,” ucap Iwan.
Sumber : Onlineblackjackgaming.com